Senin, 07 Januari 2013

Lambang Tulis Bunyi Bahasa


1.        Aksara dalam Unsur Bahasa
Aksara merupakan wujud ujaran atau wicara. Diantara berbagai aksara tidak satupun yang dapat menggambarkan unsure – unsure wicara secara sempurna. Unsur – unsure suprasegmental, seperti intonasi, tekanan dan jeda tidak dapat digambarkan secara sempurna. Hanya beberapa lambang saja yang dapat menggambarkan ciri – ciri suprasegmental, seperti huruf besar untuk  mengawali kalimat, koma untuk menandai jeda, titik untuk menandai akhir kalimat, tanda seru untuk mengakhiri kalimat berisi perintah atau seru, tanda tanya untuk kalimat yang berisi pertanyaan.
Satuan terkecil dalam aksara yang menggambarkan fonem, suku kata atau morfem, disebut grafem. Sistem aksara berbeda – beda pada setiap bahasa. Dalam bahasa Cina setiap grafem menggambarkan satu fonem. Dalam aksara Romawi setiap grafem menggambarkan satu fonem. Pada bahasa tertentu, seperti bahasa Arab terdapat Alograf, yaitu variasi grafem sesuai dengan posisinya. 
2.        Ejaan
Ejaan adalah keseluruhan peraturan bagaimana melambangkan bunyi ujaran dan bagaimana antar hubungan antara lambang – lambang itu ( pemisahan dan penggabungannya dalam suatu bahasa ). Secara teknis, yang dimaksud ejaan adalah penulisan huruf, penulisan kata, dan pemakaian tanda baca.
Penyeragaman ejaan dalam bahasa Melayu ( bahasa Indonesia saat itu ) baru dilakukan setelah terjadi beberapa kali perubahan. Pada tahun 1901 pertama kali bahasa Indonesia memiliki keseragaman ejaan, yaitu ejaan Van Ophuysen. Van Ophuysen merancang ejaan itu dibantu oleh Engku Nawawi Gelar Soetan Ma’moer dan Mohammad Taib Soetan Ibrahim. Hal – hal yang perlu diketahui dalam ejaan Van Ophuysen adalah sebagai berikut :
a.       Huruf j dipakai untuk menuliskan kata – kata jang, pajah, sajang.
b.      Huruf oe dipakai untuk menuliskan kata – kata goroe, itoe, oemoer.
c.      Tanda diakritik, seperti koma, ain, dan tanda trema, dipakai untuk menuliskan kata – kata ma’moer, ‘akal, ta’, pa’, dinamai’.
Penyederhanaan ejaan terjadi pada tahun 1947. Pada tanggal 19 Maret 1947 Ejaan Soewandi diresmikan untuk menggantikan ejaan Van Ophuysen. Ejaan baru itu oleh masyarakat diberi julukan ejaan Republik. Hal – hal yang perlu diketahui sehubungan dengan pergantian ejaan itu adalah sebagai berikut :
a.       Huruf oe diganti dengan u, seperti pada guru, itu, umur.
b.      Bunyi hamzah dan bunyi sentak ditulis dengan k, seperti pada kata – kata tak, pak, maklum.
c.       Kata ulang boleh ditulis dengan angka-2, seperti anak2, berjalan2.
d.    Awalan di- dan kata depan di kedea – duanya ditulis serangkai dengan kata yang mengikutinya seperti kata depan di pada dirumah, dikebun, disamakan, dengan imbuhan di- pada ditulis, dikarang.
Kemudian kongres bahasa Indonesia diadakan pada tahun 1954 di Medan. Kongres ini menghasilkan ejaan Pembaruan tahun 1957.
Tahun 1959 berdasarkan kerja sama Indonesia dengan Malaysia menghasilkan konsep ejaan bersama yang disebut Ejaan Melindo ( Melayu Indonesia ). Perkembangan politik selama bertahun – tahun berikutnya mengurungkan peresmian ejaan ini.
Pada tanggal 16 Agustus 1972 Presiden Republik Indonesia meresmikan pemakaian Ejaan Bahasa Indonesia. Peresmian ejaan baru itu berdasarkan Putusan Presiden No.57, Tahun 1972. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan menyebarkan buku kecil yang berjudul Pedoman Ejaan Bahasa Indonesia yang disempurnakan, sebagai patokan pemakaian ejaan itu. Karena penuntun itu perlu dilengkapi, Panitia Pengembangan Bahasa Indonesia, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, yang dibentuk oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan dengan surat putusannya tanggal 12 Oktober 1972, No.156/ P/ 1972 menyusun buku Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan yang berupa pemaparan kaidah ejaan yang lebih luas. Setelah itu, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan dengan surat putusannya No. 0196/ 1975 memberlakukan Pedoman Umum Ejaan yang Disempurnakan dan Pedoman Umum Pembentukan Istilah. Pada tahun 1987 kedua pedoman tersebut direvisi. Edisi revisi dikuatkan dengan surat Putusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 0543a/ U/ 1987, tanggal 9 September 1987.
Perhatikan perbedaan antara beberapa ejaan, seperti uraian di atas.
1901
Van Ophuysen
1947
Soewandi
1957
Pembaruan
1959
Melindo
1972
Ejaan Baru ( EYD)
j
dj
nj
sj
tj
ch
ng
e
oe
j
dj
nj
-
tj
-
ng
e
u
y
j
n
s
t
-
n
e
u
y
j
n
s
c
-
n
e
u
y
j
ny
sy
c
kh
ng
e
u

Sistem ejaan yang disempurnakan adalah sistem ejaan yang memenuhi prinsip kecermatan, kehematan, keluwesan dan kepraktisan. Sistem ejaan dinilai cermat bila aturan yang diterapkan konsistan pelaksanaanya. Jadi, tidak terjadi kontradiksi. Misal satu huruf melambangkan satu, fonem maka seterusnya berlaku demikian. Maksud kehematan dalam sistem ejaan adalah ejaan tersebut membantu pemakainya untuk menghemat tenaga dan pikiran dalam komunikasi. Prinsip keluwesan diterapkan dalam sistem ejaan, karena bahasa terus mengikuti perkembangan. Misalnya, untuk kata – kata dari bahasa asing : active menjadi aktif, complex menjadi kompleks, university menjadi universitas, psychology menjadi psikologi. Perubahan ini disesuaikan dengan lafal orang Indonesia. Ejaan Yang Disempurnakan dinilai praktis karena perubahannya tiada mengubah sarana pengetikan atau percetakan. Sebab itulah huruf – huruf ganda, seperti ng, ny , sy, dan h yang melambangkan fonem tunggal tetap dipertahankan.

Referensi 
Rosdiana, Yusi. 2009. Bahasa dan Sastra Indonesia di SD. Jakarta: Universitas Terbuka
Chaer, Abdul. 2007. Linguistik Umum. Jakarta: Rineka Cipta
Arifin, Zaenal dan Amran Tasai. 2009. Cermat Berbahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi.Jakarta: Akademika Pressindo



Tidak ada komentar:

Posting Komentar